Puisi_

Rindu terlarang

Merindunya, selalu dosa itu menunya.
Beningnya beling pecahan-pecahan piring, Menusuk-nusuk, meneteskan darah rindu, rindu yg berkecamuk, rindu di dadaku.
Iya, aku tahu.
Membayangkan mu saja sudah pendosa
Apalagi jika tersentuh pada kulit sawu mu? Nerakalah aku.
Ah, buas. Tak terkendali.
Mengabaikannya yang telah mengikat jari manisku.
Dunia menuntutku, mengancam akan  menghukumku.
Maaf, aku pergi. Meninggalkannya dan dunia lama. Berlari... Berlari... Aku terus berlari sampai kaki ini tak terasa lagi. Aku pergi.
Berlayar jauh dan berlabuh di pesisir pulau dalam pelukan senja mu.
Matamu meluluh lantahkan dunia ku.
(Aku tahu, dia pasti terluka. Aku pun mati. Karena aku telah jatuh pada dua hati.)
Tolong, tolong sampaikan pada bunga yang tlah kau sedot habis sarinya.
Berharaplah pada putik mu yang akan membuahi dan melahirkan bunga baru.
Dengarlah, Sebentar lagi,
Sang kumbang akan segera menyanyikan lagu kerinduan.
Rindu yang terlarang.
Dan sang lebah dengan lihainya memainkan alunan lagunya.
Menari-nari pada harumnya bunga kasti di tepi gangga.
Di atas kerikil pantai kau tanamkan kehidupan.
Kehidupan baru yang ku temui dalam diri mu-dalam tangan ku.

                    Lisyati, 10 maret 2018.

Komentar

Postingan Populer